Thursday, February 12, 2009

Bolehnya suami memukul istri ketika nusyuz


Nusyuz ialah isteri atau suami yang durhaka atau ingkar kepada suami atau istri tanpa alasan yang munasabah mengikut hukum syariat.

Cara-cara mengatasi perbuatan nusyuz bagi suami ialah:

* Suami hendaklah memberi nasihat kepada isterinya dengan cara yang bijaksana dan menerangkan terhadap kesalahan yang telah dilakukan oleh isterinya.
* Sekiranya cara tersebut tidak berhasil, suami hendaklah mengasingkan diri daripada isterinya tidak lebih daripada tiga hari.
* Jika cara yang pertama dan kedua tidak memberi apa-apa perubahan kepada isteri, suami boleh memukulnya dengan tujuan untuk mengajar tetapi bukan untuk menyakiti.

Cara memukul yang diharuskan ialah:

* Tidak keterlaluan sehingga menyakiti.
* Tidak memukul di bagian-bagian yang sensitif (bukan dibagian kepala, ada ulama yang mengatakan kalau hanya di bagian pantat).
* Memukul dengan tujuan untuk mengajar dan menginsafkannya.
* Memukul dengan menggunakan alat yang tidak berbahaya.
Jadi bukan asal pukul.

Cara-cara yang dilakukan untuk mengatasi perbuatan nusyuz bagi perempuan:

* Istri hendaklah memberi nasihat kepada suaminya dengan cara yang bijaksana dan menerangkan terhadap kesalahan yang telah dilakukan oleh suaminya.
* Sekiranya cara tersebut tidak berhasil, suami hendaklah mengasingkan diri daripada isterinya tidak lebih daripada tiga hari.
* Jika cara yang pertama dan kedua tidak memberi perubahan kepada suami, istri dapat mengajukan perdamaian atau melaporkannya pada keluarga besar perihal nusyuz suami.

(Dapat juga dibaca keterangannya di novel ayat-ayat cinta)

Seorang dosen Universiti Islam Malaysia (KUIM), Wan Abdul Fattah Wan Ismail berkata, menurut Ibn Manzur, seorang penulis lisan al-arab, dari segi bahasa nusyuz berasal daripada perkataan Arab iaitu nashaza, yanshuzu, nushuzan yang memberi beberapa maksud, antaranya bangkit dari tempatnya atau bangun, tempat yang tinggi atau suami isteri saling membenci.

Katanya, para fuqaha dan ulama-ulama tafsir telah memberi berbagai definisi mengenai nusyuz. Menurut Imam Syirazi dalam kitabnya al-Muhazzab, nusyuz ialah isteri yang mendurhakai, angkuh serta ingkar terhadap apa yang telah diperintahkan oleh Allah s.w.t. kepada mereka mengenai tanggungjawab yang perlu dilaksanakan terhadap suami mereka.

"Namun definisi ini hanya menjurus kepada nusyuz di pihak isteri saja sedangkan nusyuz juga berlaku pada suami. Maka nusyuz dapat ditakrifkan sebagai suami atau isteri yang lalai dalam melaksanakan tanggungjawab mereka terhadap pasangan sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Allah tanpa ada alasan yang disyarakkan untuk pengecualian dalam melaksanakan amanah-amanah tersebut," kata Abdul Fattah.

Nusyuz suami jelas dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya yang bermaksud: Jika seseorang wanita khawatirkan nusyuz atau sikap acuh tidak acuh suaminya (nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras terhadap istrinya, tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya), maka tidak mengapa bagi kedua-duanya mengadakan perdamaian. Itu adalah lebih baik bagi mereka walaupun manusia menurut tabiatnya yang kikir dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (nusyuz atau sikap acuh tidak acuh) dan sesungguhnya Allah Amat Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan. (al-Nisa? 128)

Dalam ayat lain, Allah berfirman yang bermaksud: Oleh itu janganlah kamu cenderung melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga membiarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awangan). (al-Nisa? 129)

Rasulullah bersabda, Barang siapa yang mempunyai dua orang isteri dan cenderung kepada seorang tidak kepada seorang lagi, maka suami tersebut akan di bangkitkan pada hari Kiamat dengan sebahagian daripada badannya dalam keadaan condong (senget sebelah). (Riwayat al-Baihaqi)

Dalil-dalil dan sunah di atas mengukuhkan lagi bahawa nusyuz bukan hanya berlaku di pihak isteri bahkan ia juga berkemungkinan berlaku pada pihak suami.

Tambah Abdul Fattah, antara perbuatan suami yang dianggap sebagai nusyuz adalah tidak memberi nafkah zahir dan batin. Pemberian nafkah ini merupakan kewajiban suami yang perlu ditunaikan. Firman Allah yang bermaksud, "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya (nafkah suami kepada isterinya) dan orang yang sempit rezekinya hendaklah memberi nafkah daripada harta yang diberikan Allah kepadanya. (al-Talaq: 7)

Imam al-Tirmizi meriwayatkan Rasulullah bersabda bermaksud: Suami hendaklah memberi makan kepadanya (isteri) jika ia hendak makan dan kamu (suami) hendaklah memberi kepadanya (isteri) pakaian jika ia berhajat kepada pakaian.

Selain itu, kata beliau, tindakan bercakap kasar dengan isteri seperti menghardik, menghina dan memukul tanpa sebab sedangkan isteri taat dan tidak durhaka kepada suaminya juga dianggap sebagai nusyuz. Sabda Rasulullah bermaksud: "Janganlah sesekali kamu memukul di muka, kamu tidak boleh memperolok-olokannya dan juga kamu tidak meninggalkannya (berasingan tempat tidur) kecuali di rumah sendiri. (Riwayat Abu Daud)


"Menurut Muhsin Atawi dalam kitabnya al-Tasawwur fi Ma'rifat al-Islam, suami isteri mempunyai hak yang sama antara satu sama lain dalam melaksanakan tugas mengajak ke arah kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Masa berdiam diri tidak boleh melebihi tiga hari kerana bersandarkan kepada sabda Rasulullah bermaksud: Tidak halal (haram) bagi seseorang muslim tidak bertegur sesama saudara seagama melebihi tiga hari. (Riwayat al-Baihaqi)

Namun berdiam diri dari segi perbuatan dengan menolak ajakan suami untuk bersetubuh sekalipun suami nusyuz adalah tidak dibenarkan oleh agama. Kenyataan ini berdasarkan kepada maksud umum dari sabda Rasulullah : Apabila suami mengajak isterinya ke tempat tidur, namun isterinya menolak ajakan tersebut dan (tindakan tersebut) membuatkan suaminya marah, maka para malaikat akan melaknatinya (isteri) sehinggalah waktu pagi. (Riwayat Muslim)

Sekiranya nasihat dan pemulauan tidak dapat menginsafkan maka kaedah seterusnya adalah melalui perdamaian. Mereka hendaklah memikul amanah dengan penuh tanggungjawab dan tidak sesekali mengabaikan masa depan anak serta isteri. Hasil daripada kelalaian ini akan mengakibatkan para suami akan menerima azab yang pedih apabila bertemu Allah kelak.

Jika nusyuz dibiarkan berlarutan. Atau seandainya semua kaedah di atas tidak dapat mengubah sikap suami yang nusyuz, maka isteri hendaklah mengadu kepada mereka yang dapat menyelesaikan permasalahan antara lain keluarga besar. Menurut Dr. Muhammad Uqlah dalam Nizam al-Usrah: Isteri tidak seharusnya berdiam diri sekira suaminya tetap nusyuz sekalipun segala cara telah digunakan. Ini karena jika dibiarkan keadaan akan menjadi bertambah buruk. Sebaliknya isteri hendaklah mengadu kepada pihak-pihak yang dapat menyelesaikan permasalahan mereka seperti keluarga besar dan sebagainya.

keharusan istri melayani suami ketika ia menginginkannya


Islam melindungi kesucian. Islam melarang dan menghukum hubungan seksual yang terlarang, extra-maritial affairs, seks diluar nikah, zina, aborsi, prostitusi, pornografi dan persetubuhan dengan siapa saja.

Sabda Rasulullah S.A.W
( Riwayat Ahmad, al-Bukhari dan Muslim )Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi S.A.W bersabda : Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur lalu dia menolak, sehingga suami marah, maka para malaikat akan melaknatnya hingga ke subuh.

Dari hadis diatas, wajib bagi seorang istri untuk memenuhi keinginan suaminya. Jika hubungan keduanya benar-benar berdasarkan prinsip-prinsip Islam @ yaitu keduanya dalam berkeluarga harus cinta satu sama lain, saling mengasihi, melaksanakan hukum-hukum Islam dan menyelesaikan berbagai macam permasalahan dengan saling memahami, maka pertanyaan adanya seorang istri akan menolak keinginan suami tidak akan muncul. Tidak juga akan muncul, seorang suami memaksakan kehendaknya. Maka, rumah tangga yang islami sebagaimana tersebut diatas harus lebih dahulu terbangun.

Surat Rum 30 ayat 21
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir.

Jika pada kasus yang lain, seorang suami menunjukkan keinginannya untuk melakukan hubungan intim dengan istrinya, dan karena beberapa alasan, sang istri menunjukkan keraguan (bukan penolakan), maka hal itu memunginkan dimana sang suami harus memahami dan rela untuk menunda. Disinilah dimana keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah dituntut untuk saling memahami satu sama lain.

Surat Al Baqarah Ayat 187;
"...Mereka (wanita) itu adalah pakaian bagimu (pria) dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka..."

Bagaimana dengan hukum Islam seputar kebolehan seorang suami berpoligami?


Di dalam Islam, khususnya, tidak terdapat hal-hal yang berkaitan dengan diskriminasi gender, melainkan pihak-pihak Islam itu sendiri yang mungkin memelencengkannya sehingga hal tersebut seakan-akan berbau diskriminasi.

Dapat kita ambil permisalan, Islam kita ibaratkan BMW. Untuk mencapai Hyderabad dengan selamat, tentunya kita membutuhkan sopir yang paten (mengetahui cara menyetir yang benar dan tahu rambu-rambu lalu lintas), disisi lain jika BMW dibawa oleh sopir yang tidak kompatible dan seenaknya sendiri, alih-alih sampai Hyderabad, BMW nya mungkin nyangkut di Dharamshala. hehe...

Banyak dari kaum muslim mengalami miskonsepsi mengenai hal ini: poligamy dll. Pertama kita mulai dari poligamy: Poligami adalah sebuah istilah dimana seseorang mempunyai lebih dari satu pasangan. Poligami dibagi menjadi 2, poliginy dan poliandry. Poliginy (laki-laki mempunyai pasangan perempuan lebih dari satu) sedangkan poliandry (wanita mempunyai pasangan pria lebih dari satu). Di dalam Islam, Poliginy diperbolehkan, sedangkan poliandry dilarang.

Di dalam Al-Quran menegaskan untuk hanya mempunyai satu istri. Sebelum Islam diturunkan, tidak terdapat batasan pada poliginy, dimana laki-laki pada zaman pra-Islam menikahi banyak wanita bahkan ada yang mencapai seratus. Kemudian Islam turun dan memberikan batasan pada penerapan poliginy. Dan hal tersebut, tentunya beriringan dengan syarat "Adil".

Silakan kembali pada Surat An-Nisa 129: "Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian..."

Maka dari itu, poliginy bukanlah sebuah rule melainkan pengecualian. Banyak kita dapatkan, banyak dari kalangan muslim terkena miskonsepsi tersebut.
Di dalam Islam, terdapat 5 kategori hukum:
1. Fard (wajib/obligatory)
2. Mustahab (dianjurkan/ recommended)
3. Mubah (diperbolehkan/ permissible)
4. Makruh (tidak dianjurkan/not recommended)
5. Haram (dilarang/prohibited)

Poliginy berada pada nomor ketiga (permissible) . Tidak bisa dikatakan bahwa seorang muslim yang mempunyai istri 2, 3 atau 4 lebih baik jika dibandingkan dengan muslim yang hanya mempunyai satu istri. Beberapa alasan mengapa poligamy diperbolehkan:

1) Perkiraan masa hidup wanita lebih dari pada pria.Pada awalnya laki-laki dan perempuan dilahirkan dengan rasio yang sama. Ditinjau dari sisi kesehatan, anak perempuan mempunyai kekebalan dalam mencegah datangnya penyakit dari pada anak laki-laki. Hal ini menyebabkan tingginya prosentasi anak laki-laki meninggal dari pada anak perempuan.Di sisi lain, seiring terjadinya perang di berbagai belahan dunia, banyak laki-laki meninggal. Hal itu ditambah dengan bertambahnya janda.

2) Jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-lakiKita bisa mengambil permisalan dari berbagai negara: di Amerika, jumlah perempuan 7,8 juta lebih banyak dari jumlah laki-laki. Kota New York mempunyai 1 juta lebih perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan 1/3 dari mereka adalah gay. Dengan kata lain sekitar 25 juta penduduknya adalah gay, yang tidak mempunyai keinginan untuk menikahi perempuan. Dan negara-negara lainnya.Seandainya tiap laki-laki menikahi satu perempuan maka lebih dari 30 juta perempuan di Amerika tidak mempunyai suami (didasari bahwa 25 juta penduduk Amerika adalah gay). Maka bagi perempuan Amerika yang belum mempunyai kesempatan mempunyai suami akan berada pada 2 pilihan; menikahi laki-laki yang telah beristri atau menjadi (maaf) public property. Islam memberikan posisi terhormat dengan memperbolehkan pilihan kedua.Mengapa Islam mengizinkan poliginy, tidak lain adalah untuk melindungi martabat perempuan.